Beberapa
minggu yang lalu, para pelajar di indonesia memulai pesta nasionalnya, yaitu
pesta pelajar nasional, begitu saya menyebutnya, alias uan, ujian akhir
nasional. Acara akbar ini selalu diadakan setiap tahun sekali dan diperuntukkan
bagi pelajar kelas tiga, yang meliputi SMA, SMP, dan SD.
Sebulan
yang lalu, pelajar SMA telah melangsungkan pesta pendidikannya, satu minggu kemudian
pelajar SMP, dan dua minggu kemarin pelajar SD baru saja mengakhirinya. Kini
mereka tinggal menunggu hasilnya.
Kata
pesta selalu identik dengan kebahagiaan. Apalagi untuk para pelajar, tentunya
mereka senang bila mendengar kata pesta. Namun persepsi itu berbalik arah
seratus delapan puluh derajat. Bagaimana tidak, menurut sebagian besar pelajar,
pesta yag diadakan oleh pemerintah setiap tahunnya ini selalu membuat mereka
was-was, tegang, dan menakutkan. Selama tiga tahun menuntut ilmu, nilai kelulusan
mereka harus ditentukan selang waktu empat hari meskipun program baru telah
berlaku, yaitu kriteria kelulusan bukan hanya dari nilai UAS saja namun
diakumulasi dengan nilai UAS dan raport. Memang ini adil bagi para pelajar yang
hidup di daerah perkotaan dengan segala fasilitas pendidikan yang menunjang.
Pertanyaannya, apakah adil bagi pelajar yang tinggal dan bersekolah di daerah
lereng-lereng pegunungan, pedesaan, dan pinggir-pinggir pantai, dengan tanda
kutip macam soalnya sama. Padahal kita tahu bahwa secara umum sarana dan
prasarana atau fasilitas pendidikan di daerah itu sebagian besar sangat
memprihatinkan.
Saya
tahu, tujuan pemerintah itu baik. Ingin memajukan dan memeratakan pendidikan.
Namun permasalahannya, caranya yang salah. Cara yang digunakan sangat
berbanding terbalik dengan aplikasi yang ada di lapangan. Jadi, mau tidak mau, pusing
tidak pusing, ikhlas tidak ikhlas, elemen pendidikan di tingkat bawahnya
menerima program pemerintah pusat dengan tangan terbuka dan terus menjalankannya.
Menurut
berbagai sumber berita, banyak guru yang mengeluhkan proses UAN tahun ini. Mulai
dari pembuatan soal yang amburadul dan bercampur aduk antara soal mapel yang
satu dengan yang lain, proses distribusinya yang ruwet, waktu pelaksaaan
pengerjaan uan di sekolah yang tidak sesuai jadwal yang ditetapkan, dan lebih
parahnya lagi, kertas LJK (Lembar Jawaban Komputer) yang tipis atau mudah sobek bila di hapus beberapa
kali.
Tentunya
dari beberapa kejadian tersebut, banyak pihak yang dirugikan, terutama para
pelajar. Mereka seakan-akan berkeluh kesah dengan pesta pelajar nasional kali
ini. Pesta yang seharusnya berlangsung dengan muka bahagia, namun pada akhirnya
di tengah perjalanan terganjal dengan hal yang semerawut tadi. Tentunya sangat
mengganggu para pelajar dalam proses pengerjaan soal UAN. Mudah-mudahan hasil
yang didapat nanti memuaskan. Mudah-mudahan saja.
Banyak
hal yang membuat proses UAN tahun ini begitu mengecewakan, salah satunya adanya
penyelipan dana untuk pencetakan soal. Sepertinya pemerintah belum jera dengan
yang namanya korupsi. Entah itu dilakukan oleh pihak pusat atau elemen di
bawahnya. Faktanya itu ada dan masyarakat tahu. Lebih memprihatinkan lagi, dana
untuk UAN saja harus dikorupsi. Kemudian menyebabkan kertas LJK yang digunakan
untuk UAN harus menjadi korbannya. Kualitasnya
kertasnya jelek dan proses pembuatannya tersendat. Inilah gambaran negeri kita
yang terkenal sensitif dengan kemajuan korupsinya. Sampai-sampai dana untuk
pencetakan soal saja dikorupsi. Semoga tidak turun temurun kepada generasi
selanjutnya. Termasuk kita, para pembaca.
Untuk
evaluasi pendidikan di tingkat sekolah, alangkah baiknya dilakukan oleh pihak
sekolah itu sendiri. Karena mereka yang mengetahui kemajuan dan perkembangan
peserta didiknya, yaitu bagaimana sikapnya sehari-hari, pengetahuannya, dan
keterampilannya. Sangat ironis bila kelulusan pelajar hanya dievaluasi lewat
soal tertulis yang dilakukan hanya empat hari. Hal inilah yang menjadi momok
menakutkan bagi para pelajar kita. Saya rasa, pendidikan kita harus diubah
seiring dengan kemajuan jaman dan pesta pelajar nasional tidak dibuat untuk
menakut nakuti pelajar tapi sebaliknya membuat mereka merasa senang menyambut
acara tahunan itu. Semoga pendidikan kita lebih baik di masa mendatang, merata
di segala penjuru indonesia, dan mendiknas semakin dewasa menghadapi
perkembangan pendidikan sehingga nantinya menghasilkan generasi muda yang dapat
menjadi tumpuan kemajuan agama, bangsa, dan negara.
0 komentar:
Posting Komentar