Pages

Rabu, 25 September 2013

UAN, Pesta Pelajar kok Menakutkan





Beberapa minggu yang lalu, para pelajar di indonesia memulai pesta nasionalnya, yaitu pesta pelajar nasional, begitu saya menyebutnya, alias uan, ujian akhir nasional. Acara akbar ini selalu diadakan setiap tahun sekali dan diperuntukkan bagi pelajar kelas tiga, yang meliputi SMA, SMP, dan SD.

Sebulan yang lalu, pelajar SMA telah melangsungkan pesta pendidikannya, satu minggu kemudian pelajar SMP, dan dua minggu kemarin pelajar SD baru saja mengakhirinya. Kini mereka tinggal menunggu hasilnya.
Kata pesta selalu identik dengan kebahagiaan. Apalagi untuk para pelajar, tentunya mereka senang bila mendengar kata pesta. Namun persepsi itu berbalik arah seratus delapan puluh derajat. Bagaimana tidak, menurut sebagian besar pelajar, pesta yag diadakan oleh pemerintah setiap tahunnya ini selalu membuat mereka was-was, tegang, dan menakutkan. Selama tiga tahun menuntut ilmu, nilai kelulusan mereka harus ditentukan selang waktu empat hari meskipun program baru telah berlaku, yaitu kriteria kelulusan bukan hanya dari nilai UAS saja namun diakumulasi dengan nilai UAS dan raport. Memang ini adil bagi para pelajar yang hidup di daerah perkotaan dengan segala fasilitas pendidikan yang menunjang. Pertanyaannya, apakah adil bagi pelajar yang tinggal dan bersekolah di daerah lereng-lereng pegunungan, pedesaan, dan pinggir-pinggir pantai, dengan tanda kutip macam soalnya sama. Padahal kita tahu bahwa secara umum sarana dan prasarana atau fasilitas pendidikan di daerah itu sebagian besar sangat memprihatinkan.

Saya tahu, tujuan pemerintah itu baik. Ingin memajukan dan memeratakan pendidikan. Namun permasalahannya, caranya yang salah. Cara yang digunakan sangat berbanding terbalik dengan aplikasi yang ada di lapangan. Jadi, mau tidak mau, pusing tidak pusing, ikhlas tidak ikhlas, elemen pendidikan di tingkat bawahnya menerima program pemerintah pusat dengan tangan terbuka dan terus menjalankannya.

Menurut berbagai sumber berita, banyak guru yang mengeluhkan proses UAN tahun ini. Mulai dari pembuatan soal yang amburadul dan bercampur aduk antara soal mapel yang satu dengan yang lain, proses distribusinya yang ruwet, waktu pelaksaaan pengerjaan uan di sekolah yang tidak sesuai jadwal yang ditetapkan, dan lebih parahnya lagi, kertas LJK (Lembar Jawaban Komputer) yang tipis atau mudah sobek bila di hapus beberapa kali.

Tentunya dari beberapa kejadian tersebut, banyak pihak yang dirugikan, terutama para pelajar. Mereka seakan-akan berkeluh kesah dengan pesta pelajar nasional kali ini. Pesta yang seharusnya berlangsung dengan muka bahagia, namun pada akhirnya di tengah perjalanan terganjal dengan hal yang semerawut tadi. Tentunya sangat mengganggu para pelajar dalam proses pengerjaan soal UAN. Mudah-mudahan hasil yang didapat nanti memuaskan. Mudah-mudahan saja.

Banyak hal yang membuat proses UAN tahun ini begitu mengecewakan, salah satunya adanya penyelipan dana untuk pencetakan soal. Sepertinya pemerintah belum jera dengan yang namanya korupsi. Entah itu dilakukan oleh pihak pusat atau elemen di bawahnya. Faktanya itu ada dan masyarakat tahu. Lebih memprihatinkan lagi, dana untuk UAN saja harus dikorupsi. Kemudian menyebabkan kertas LJK yang digunakan untuk  UAN harus menjadi korbannya. Kualitasnya kertasnya jelek dan proses pembuatannya tersendat. Inilah gambaran negeri kita yang terkenal sensitif dengan kemajuan korupsinya. Sampai-sampai dana untuk pencetakan soal saja dikorupsi. Semoga tidak turun temurun kepada generasi selanjutnya. Termasuk kita, para pembaca.

Untuk evaluasi pendidikan di tingkat sekolah, alangkah baiknya dilakukan oleh pihak sekolah itu sendiri. Karena mereka yang mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta didiknya, yaitu bagaimana sikapnya sehari-hari, pengetahuannya, dan keterampilannya. Sangat ironis bila kelulusan pelajar hanya dievaluasi lewat soal tertulis yang dilakukan hanya empat hari. Hal inilah yang menjadi momok menakutkan bagi para pelajar kita. Saya rasa, pendidikan kita harus diubah seiring dengan kemajuan jaman dan pesta pelajar nasional tidak dibuat untuk menakut nakuti pelajar tapi sebaliknya membuat mereka merasa senang menyambut acara tahunan itu. Semoga pendidikan kita lebih baik di masa mendatang, merata di segala penjuru indonesia, dan mendiknas semakin dewasa menghadapi perkembangan pendidikan sehingga nantinya menghasilkan generasi muda yang dapat menjadi tumpuan kemajuan agama, bangsa, dan negara. 


0 komentar:

Posting Komentar